-->

Sepuluh Jari Arminaven

No comments

Sepuluh jari arminaven

Sepuluh jari Arminaven berhenti menari, setelah kata yang dia cari tak ketemu. Berbagai group di facebook pun telah dia tanyakan. Namun tak menghasilkan informasi yang jelas. Akunnya dibobol orang. Blog yang dia bangun sejak kuliah telah hancur - Hasil begadang semalaman, mengabaikan tugas-tugas kuliah, dan mengunjungi warnet dan kafe yang menyediakan hotspot- Maka wajar kalau dia naik pitam. Semua orang akan merasakan hal yang sama jika berada dalam posisinya. Lebih sialnya lagi, esok hari kerja.

“Mana data para guru?! Kenapa belum kamu input?!”

“Maafkan saya Pak, internet tadi malam bermasalah. Saya janji siang ini selesai.”

“Janji kamu kemarin pagi ini.”

“Kalau kamu telat input datanya, nanti semuanya berantkan! Guru-guru naik pangkatnya telat, anggaran turunnya juga telat. Apa jadinya lembaga kita ini?!”

“Saya janji pak segera selesai.”

“Janji . . janji . .janji. . Makan tuh janji!”

Arminaven memperbaiki duduknya. Dia hela nafas panjang. Kedua tangannya mengepal menyangga wajahnya. Niyala datang membawakannya minuman.

“Pak Kepala marah-marah lagi ya?” Niyala duduk di samping arminaven.

“Ih Mas Armin, kok mata kamu merah sih? Semalam gak tidur ya? Muka kamu juga pucat. Kayanya kamu sakit deh.”

“Mmm . . Gak kok, aku baik-baik aja. Mungkin cuma terlalu capek.”

“Tuh kan suka gak ngaku. Jangan terlalu berlebihan gitu dong. Kerja sampe begadang tapi tetep aja dimarahin. Kasian banget sih Mas.”

“Namanya juga kerjaan belum kelar. Ya wajar lah.”

“Ha ha . .Aku juga kemarin kena semprot Pak Kepala. Telat nyerahin surat ke beliau lima menit. Nyrocosnya lima jam.” Ha ha . .Nasib . . Nasib.”

“Hahaha . . Nasib bawahan emang selalu ditindas atasan.”

Arminaven kembali ke meja kerjanya. Dia fokus dengan monitor di hadapannya. Sepuluh jarinya kembali menari. Bukan input data yang dia lakukan. Iya! tepat sekali. Blogging. Dia cek akun publishernya, menjadi publisher bisnis online adalah awal menjadi owner. Sayang sekali saat ini akunnya sedang bermasalah. Tentu hal itu bermasalah dengan penghasilannya. Baginya eksis di dunia maya itu adalah investasi masa depan.


Bermain kode html dengan script yang membingungkan, terdengar membosankan. Namun itu tantangan untuk arminaven. Dia coba mengecek barangkali ada kode yang salah. Yang membuat celah orang bisa masuk. Dia juga sudah melaporkan hal ini ke admin, walaupun sampai saat ini blum ada kejelasan. Arminaven sangat serius sampai dia lupa segalanya. Bahkan dia lupa kejadian siang itu.

“Oh jadi ini kerjaan kamu di intenet?! Pantas saja input datanya gak kelar-kelar.” Wajah Pak Kepala merah padam. Arminaven kaget bukan main.

“Sekarang juga kamu saya pecat! Pergi kamu dari sini!”
Arminaven terkekeh mengingat hal itu.

“Kerjaan dipecat, akunku dibobol. Sialan!”

“Kamu sih, dari dulu udah aku peringatin tapi masih aja ngeyel. Seberapa berartinya sih blogging itu untuk kamu?” Niyala merebut laptop itu, dan memainkan jemarinya di sana.

“Kamu gak kan pernah ngerti, bagaimana pun itu hoby dan cita-cita yang sangat berarti. Seperti berartinya kamu untukku.”

“Ih apaan sih. Hoby sih hoby tapi kan gak mesti harus dipecat segala!”

“Kalo gitu kan bagus. Artinya aku bisa lebih fokus untuk bisnis. Daripada harus jadi karyawan . . .”

“Bang armin! Liat nih ada email masuk.” Mata arminaven menyergap dengan cepat.

“Se-la-mat! A-kun an-da te-lah ber-ha-sil ka-mi per-ba-i-ki.”

“Yeeeaa . . .horee”

“Eh kenapa malah kamu yang senang?” pipi Niyala memerah. Malu.

“Mungkin inilah jalan hidupku. Tak sia-sia perjuangn berhari-hari. Haha. . .”

Di tengah kebahagiaan itu, tiba-tiba handphone arminaven berbunyi.

“Siapa yang nelpon?”

“Pak Kepala.”

“Kenapa gak diangkat?”

“Gak ah. Gak usah.” Dua kali panggilan tak diangkat. Lalu ada pesan masuk.

“Maafkan saya atas kejadian waktu itu, saya harap kamu bisa kembali bergabung dengan lembaga ini. Karena sampai saat ini, tak ada yang bisa menempati posisimu.”

Bagai oase di gurun pasir pesan itu. Pandangan mereka bertatapan.

“Jadi gimana Mas?” Tanya Niyala.


 Copyright ©2014. Muzhoffar

Note: Only a member of this blog may post a comment.
masawan_moveElement('after',setting.taghtml,setting.index,'content-ads','article-post','beforeend'); });