Dia Pergi Bersama Pelangi |
Kamis, 12:13 WIB
Gerimis mengguyur kota Bogor sejak tadi pagi, rintiknya tak mau berhenti. Eh,
sejak tadi malam deng. Padahal ini belum waktunya musim hujan, entah kenapa
akhir-akhir ini mendung terasa lebih sering berkunjung daripada mentari. Tapi
kadang-kadang pelangi suka muncul kalo rintik gerimis ketemu tak sengaja di
langit. Semua akan tampak indah.
Kau tertegun melihat tirai gerimis dari jendela. Terdengar gemerciknya
menari di telinga. Entah apa yang ada di pikiranmu. Mendung di luar sana seakan
hinggap di kedua matamu. Sepertinya kau sedang menunggu sesuatu. hp-mu berdering. Terdengar suara di balik
sana.
“Aku ada kuliah sampai jam empat,”
Lalu kau menanyakan sesuatu.
“Okelah, kalo gitu kita ketemu di tempat biasa.”
Mendengar itu kau berterimakasih berkali-kali. Entah apa yang dibisikan
orang tadi, ibarat mentari yang datang tiba-tiba. Mendung di matamu telah berubah menjadi pelangi. Kau tergesa menyambut berita gembira itu, kau pun bergegas pergi.
“Kakak!
Seorang anak kecil meghentikan langkahmu, kau pun tersenyum .
“Udah shalat belum? shalat
dulu sebelum pergi!“
“Kakak udah shalat
sayang .”
Kau kecup kening
yang terbalut peci putih itu,
lalu melambai pergi. Matamu bersinar, indah sekali. Sambil tersenyum,
Hari ini akan mengubah segalanya dan mengakhiri semua masalahmu.
..Sanggar Kata..
Kamis, 14.21 WIB
Kamis yang gerimis. Lumayan lah bisa mengurangi debu
polusi Bogor, walaupun dingin
menggelitiki kulit. Tak terlihat ada burung yang merayap di dinding langit, mungkin mereka malas keluar karena tak punya payung.
Berbeda dengan kau, yang berani menembus dinginnya jeruji gerimis.
Padahal hari rabu kemarin begitu terik, mentari menyala
begitu terang, panas pun begitu menyengat. Sepanas hatimu siang itu. Kesal & marah
bercampur,
emosimu tak terbendung akibat
penolakan itu.
“Tak ada lagi tenggang waktu!“
“Kau lunasi besok atau kau wisuda
tahun depan! Hanya itu pilihanmu!
Bidang
administrasi itu sudah keterlaluan,
berbagai penjelasanmu ditolak! Negosiasimu mental!
Kau pun menyerah, hari itu kau kembali kalah!
Setitik
air mata tersapu selembar tissue dari ujung matamu. Kau tergugu.
Sepotong episode kembali terputar di memorimu, saat semua manusia terbenam dalam tidur, ayah & ibunya
melolong. Perang mulut. Ibu menjadi korban, dua tamparan mendarat di pipinya. Kau tak tahan mendengarnya,
hatimu teriris. Kau menengahi. Pertengkaran pun selesai.
Ayahmu
pergi membanting pintu pergi
begitu saja. Kau hanya bisa mengusap pundak ibumu. Menangis.
Malam
tadi pun
kau kalah!