“Ini adalah lembaran evaluasi membaca Al-Qur’an kalian,
setiap orang akan dibagikan satu-satu dan wajib kalian tuliskan sebanyak apa pun bacaan Al-Qur’an kalian setiap hari!”
“Apalagi tuh ustadz?! Kami kan udah gede masa harus segitunya.”
“Agar kalian bisa melihat perkembangan kalian.”
“Tapi ustadz . . .”
“Kenapa? Kamu gak mau?”
Bayu gak bisa berbuat apa-apa, kembali dia kalah. Dia biarkan
ustadz itu berbuat semaunya.
“Peraturannya, setiap kolom harus kalian isi dengan jujur. Kertas
ini tidak boleh hilang atau tertukar. Nanti setiap akhir bulan harus dilaporkan
kepada ustadz. Dan lembaran inilah yang akan saya tunjukkan kepada orang tua
kalian.”
“Oh iya, bagi yang paling banyak bacaannya akan ustadz beri
hadiah. Begitu juga yang paling sedikit bacaannya. Jadi bersiaplah menjadi yang
terbaik!”
“Tapi, untuk apa pake ditulis segala yang penting kan baca?!”
protes Bayu sambil berdiri.
“Nanti kamu tahu sendiri.” Jawabnya santai.
Pagi itu menjadi pagi yang penuh keluh kesah, namun apa daya
mereka tak bisa berbuat apa-apa. Mereka udah kaya napi yang harus selalu
laporan. Rasanya pesantren benar-benar jadi penjara.
Hari-hari setelahnya. Bayu berlaku semaunya, masuk semaunya,
baca Al-Qur’an semaunya. Tidur di kelas, bolos. Sampai akhirnya setiap diabsen,
ustadz selalu berkata.
“Al-hamdulillah ya hari ini Bayu hadir.” Anak anak yang denger
pun tertawa.
Bayu
kebagian membaca Al-Qur’an. Namun sengaja dia buat main-main. sehingga seisi
kelas menertawakannya dan gaduh. Bayu cengar cengir kaya gak punya dosa.
Berkali-kali ditegur namun dia acuh. Sang ustad pun marah.
“Bayu ! kalo kamu gak suka dengan pelajaran saya silahkan
keluar!”
Sssttttttt
. . . . .
Suasana senyap seketika. Mulut yang pada mangap sambil
ngakak, mingkem secepat kilat. Gak ada suara apapun dalam tujuh detik, bahkan
sura nafas pun tak terdengar. Tiba-tiba. . .
Brroottttt
. . .
Bayu
kentut. Seisi kelas tertawa.
“DIAAM!”
Kelas
kmbali sunyi. Sang ustadz naik pitam, Muka Bayu memerah.
“BAYU!, Si –lah - kan
ke luar!
>>Sanggar Kata<<
Ust. Hajjam gak mengingkari janjinya, di akhir bulan dia
mendata seluruh perolehan tilawah yang kami lakukan. the best and the worst
diberi hadiah. Bayu lah salah satu pemenang tersebut. Tidak salah lagi dia
mendapatkan hadiah the worst.
Hatinya bergetar saat hendak membuka bingkisan di tangannya.
Pikirannya telah menebak lebih dulu sebelum matanya melihat. Dengan begitu
perlahan bingkisan itu dibuka. Dia kaget.
“Mau apa sebenarnya ust ini?” Bayu menggelengkan kepala.Bersambung . . .