Dalam Lembaran Mushaf - Part 1 |
Jangan kau terlalu membenci sesuatu karena bisa jadi sesuatu kau
benci akan menjadi sesuatu yang paling kau cintai. Ada sebuah perkatan yang bilang
kaya gitu.
Semua orang pasti akan ngerasa kesel kalo dia selalu
disalahkan. Padahal menurut dia adalah hal yang paling benar. Seakan semua yang
diucapkannya gak berarti. Semua ocehan pembenaran itu akan terdengar
menyesakkan. Dan melihatnya pun memuakkan mata. Apalagi kalo kejadian itu
berulang setiap pagi. Setiap hari.
Berawal dari sebuah pagi, setelah selesai sholat shubuh,
masuk seorang guru baru ke kelas. Setelah sedikit memperkenalkan diri dan memberi
motivasi. Dia berucap:
“Untuk pagi ini kita akan belajar membaca Al-Qur’an. Coba ustadz
pengen tau bacaannya kamu.”
Bayu gelagapan
ditunjuk. Dia gak bawa mushaf.
“Coba sebelahnya kasih pinjam.”
Bayu membaca surat al-fatihah dengan penuh percaya diri, semua
anak-anak disana tau kalo dia yang terbaik baca Al-Qur’an di kelas. Namun berkali-kali
bacaan Bayu di benarkan. Bayu kesal. Dia merasa dilecehkan. Ustz menggeleng
berkali-kali. Dia meminta yang lain membaca. Gak jauh berbeda kwalitas
bacaannya.
(sambil
menggeleng)
“Bukankah kalian semua kelas 3 MTs? Saya prihatin mendengar
bacaan kalian seperti itu. Masa udah kelas 3 bacaannya kaya gitu?”
Mereka hanya terdiam, Bayu tambah kesel mendengar kata-kata
itu. Orang baru kemarin sore udah macem-macem. Seenaknya nyalahin orang. Namun mereka
gak berani protes.
“Baiklah, mulai saat ini setiap abis shubuh kita akan
fokuskan untuk belajar membaca Al-Qur’an.”
>>Sanggar Kata<<
Semenjak itu setiap pagi Bayu selalu merasa terteror. Dia sering
dihukum karena bacaannya yang salah, entah itu karena tidak memanjangkan mad,
atau tidak mendengungkan ketika membaca bacaan ghunnah. Kesalahan sedikit aja
ga bakal diampuni.
Ust. Hajjam mengajari satu per satu. Semua dia atur dengan
rapi, yang kebagian membaca harus maju ke depan, sedangkan yang lainnya membaca
sendiri-sendiri. Jangan berharap bisa bernafas lega dihadapannya. Apalagi kalo
bacaan blepotan. Dia bisa merepet sepanjang hari.
Ust itu smakin hari semakin menjadi. Dia semakin galak. Bayu pernah
kepergok tidur saat disuruh tilawah mandiri. Pertama kali dia ditegur halus,
namun selalu aja ada sindiran untuknya untuk hari-hari berikutnya. Bayu tambah bête,
ngapain juga ikut pelajaran dia. Membosankan. sesekali dia bolos, sesekali juga
dia dihukum. Sampe akhirnya ga ada celah untuk bisa menghindar. Mau gak mau dia
masuk.
Suatu pagi ust. Hajjam masuk membawa lembaran
kertas. Bersambung . . .