-->

Senja di Lembah Pelangi 2

No comments

Senja di Lembah Pelangi

setiap hari selalu saja ada hal baru di sekolah itu, saat ada guru yang tak hadir, kepala sekolah masuk kelas yang kosong. Anak-anak begitu antusias mengikuti pelajaran. dia menyuruh anak-anak menulis yang dia tulis di papan tulis. diperhatikannya satu per satu tulisan mereka, ada seorang anak yang duduk di pojok terlihat menunduk menutupi buku tulisnya. "Kenapa kamu tidak menulis?' tegurnya lembut.
"Pensil aku hilang, tadi kantong plasikku bolong. entah dimana jatuhnya. aku cari-cari gak ketemu..." anak itu setengah merengek hampir menangis. Dia pun tak tega melihatnya.

esok harinya seluruh anak dikumpulkan di lapangan sebelum masuk kelas, kepala sekolah angkat bicara, "Anak-anakku sayang, ibu sudah menyediakan satu lusin pensil di setiap kelas bagi yang hilang alat tulisnya. tapi setelah kalian pakai, kalian simpan lagi di lemari, jangan dibawa ke rumah! jadi sekarang tidak ada alasan lagi untuk tidak menulis pelajaran." mereka pun masuk kelas dengan tenang tak ada lagi keluhan.

Lalu kepala sekolah masuk lagi kelas kemarin, karena kebetulan guru kelasnya tak bisa masuk karena sedang hamil tua, dia menanyakan PR kemarin yang diberikan. ternyata banyak anak yang tidak mengerjakan. Betapa terkejutnya dia melihat hal itu. " Kenapa kalian tidak mengerjakan?!" tegasnya. Anak-anak yang berdiri di hadapannya tertunduk terdiam. kesunyian menyelimuti seketika.
"Ayo jawab!"
"kenapa tak ada yang bicara!"
"Kalian kan punya ayah, ibu, abanng, kakak yang bisa kalian tanya kalau tidak paham soalnya." Nada bicaranya menurun, "Coba cut melani kenapa kamutidak mengerjakan?"
"Saya.." sambil tertunduk gugup ketekutan kalimatnya patah-patah.
"Saya tak tahu jawabannya bu, pas tanya bapak, bapak tak bisa membaca bu. Saya tanya ibu, ibu saya bisa mengejah tapi tak tahu jawabannya bu."
bagai halilintar hati kepala sekolah tersentak. Tak pernah terbayangkan kenistaan pendidikan mereka berada di jurang. Akhirnya dia hanya mengelus hatinya yang prihatin. entah salah dia memberi PR atau salah anak-anak itu. Entahlah.

kekayaan dan kesejahteraan mereka berselang, dalam setahun ada tiga bulan kebun mereka tak berbuah. Saat itu pohon kopi hanya berbunga, fase ini mengancam mereka yang mengandalkan kopi sebagai sandaran utama untuk tidak memiliki pemasukan. biasanya di lembah itu seseorang bisa rela berbuat kejahatn untuk mendapatkan uang. hal ini pun berpengaruh pada sekolah kecil di lembah itu.

hari itu kepala sekolah beserta anak-anak satu kelas hendak menjenguk temannya yang sudah beberapa hari tak hadir, mereka jalan kaki sekitar 2km, kata anak-anak, ini rumah siswa paling dekat ke sekolah. kepala sekolah tak dapat membayangkan yang terjauhnya seperti apa.

saat ditanya sebab pada orang tuanya, ibunya berkata, "Kami sekarang sedang pailit, untuk makn sehari-hari pun susah. Apalagi untuk uang jajan anak ni, kami tak bisa beri. makanya dia kami suruh jaga adenya kalau kami ke kebun."
"Kalau begitu masalahnya, kami beri anak ibu uang jajan tiap hari. tapi ibu mau gak nyuruh anak ibu sekolah?"
"Mau bu kalau begitu."
"Tapi kalau anak ibu tak sekolah, ibu akan kami panggil ke sekolah."
Anak itu pun sekolah esok harinya, bahkan paling rajin samapai hari libur pun datang. Sekolah akhirnya menganggarkan uang jajan untuk anak-anak yang tak mampu.

Seiring berjalannya waktu hati nuraninya yang menuntun langkah kakinya untuk menerangi lembah yang gelap pengetahuan itu, dia dirikan taman belajar mulai dari tingkat anak-anak sampai tingkat aki-aki. Dia mengatur jadwalnya yang padat untuk mereka, hanya ada beberapa orang yang membantunya. semuanya berjalan dengan sukarela tanpa ada biaya apapun. Sampai akhirnya masyarakat sepakat untuk mendirikan bangunan dan diberi nama BPT DARMA (Balai Pendidikan Terpadu DARMA).

"Subhanallah sekali, terus bu sekarang muridnya ada berapa?"
"Sekarang ada 72 orang, dulu awalnya hanya sembilan orang. Dan dari yang sembilan itu sekarang kelas tiga SMA." aku hanya takjub mendengarnya.
"Disana memang sangat memprihatinkan, hanya ada satu imam masjid. Saat Pa Imam itu sakit, mereka tak ada jum'atan. Karena tak ada yang bisa menggantikan."
"Oh ya?!" Kami terkejut mendengarnya, separah itukah keadaan disana?
"Memang begini lah keadaan yang harus diubah. Tapi ibu yakin suatu saat ilmu pengetahuan kan terbit disana. Lalu kehidupan mereka berubah menjadi indah seperti pelangi." Itulah yang ada di angan kami saat itu. pembicaraan terhenti sejenak.
"Kapan kita bisa berkunjung ke tempat itu?" Tanyaku penasaran.
"Nampaknya kalau sekarang tidak mungkin, kerena sebentar lagi maghrib." Temanku menyarankan.
"Sebaiknya kalian buka puasa disini saja." dengan sopan kami tolak tawaran itu, karena ada agenda lain. Ibu Darma pun tak keberatan. kami pamit undur diri.

Sepanjang perjalan pulang, lembah itu terbayang. Kami berharap bisa memberi seberkas cahaya disana, dan pelangi pun bisa benar-benar muncul di lembah itu. back

 Copyright © 2012. Muzhoffar

Comments

masawan_moveElement('after',setting.taghtml,setting.index,'content-ads','article-post','beforeend'); });