Sejauh mata
memandang, seluas itu hamparan awan menawan, membelai selembut kapas. kabut tebal menyelimuti
tubuh, mengelus-ngelus kulit yang berpeluh. Padahal jaketku tak kalah tebal.
“ ayo kita
lanjutkan! Puncak sudah di depan mata.”
Kukencangkan tali sepatu, disinilah awal kuteringat kisah itu.
Liburan sekolah,
waktu yang tepat untuk naik gunung. ini yang kesekian kalinya buat Wandi. Entah
sejak kapan dia suka dengan kegiatan menantang itu, mengkin sejak dia pindah
sekolah ke luar kota dua tahun lalu. Tempat sekolahnya dekat sekali dengan
jalur pendakian gunung tertinggi di pulau jawa itu.
Banyak terjadi
korban hilang disana, saat ada orang yang berani kesana, maka dipastikan dia
tidak kembali. Kalupun kembali, pasti dalam bentuk lain. Pernah beberapa tahun
silam sebuah pesawat jatuh disana, dan evakuasi pun sangat lambat karena medan
yang sulit diterjal. Para ahli metafisika dan para alam ghoib berkeyakinan para
penghuni marah karena mereka lewat disana tanpa izin. Mereka menginginkan korban.
Cerita-cerita
tentang kesangaran gunung itu dia jawab dengan menaikinya, dia berhasil naik ke
puncak tanpa mengalami kesulitan apapun. Meski saat dia kembali turun, ibunya memarahinya
habis-habisan.
“ kalau kamu mati
disana gimana?’’
“ buktinya aku
baik-baik saja mah, cerita orang-orang itu hanya bohong. Mereka tak tahu apa
yang ada disana. gunung itu indah mah, ada kebanggaan saat kita berada disana.”
“Mama cuma takut
nasibmu sama kaya mereka.”
“Nasib itu
ditangan Tuhan mah..”
“Mereka menjadi
korban karena itu nasib mereka.”
“ Awas aja kalau
kau berani naik sekali lagi!” ancam ibunya.
Wandi memang nekad, larangan ibunya tak dia hiraukan. saat liburan kenaikan kelas tiga, bersama tiga orang temannya berencana naik lagi ke
puncak gunung untuk yang ketiga kalinya. Segala perlatan dan perbekalan sudah
disiapkan. Pendakian kali ini lebih menantang, karena mereka akan lewat jalur
baru yang berbeda dengan jalur pendakian sebelumnya.
Jalur yang didaki kali ini lebih landai, memakan waktu lebih lama untuk didaki. walaupun pendakian ini tak begitu melelahkan, tapi berpengaruh pada bekal makanan mereka. Nyali mereka diuji dengan keringnya tenggorokan. kelaparan melilit seluruh tubuhnya. Badan mereka terkelupas sedikit-sedikit oleh keringat yang menetes. Akan tetapi hasrat mereka terbang melesat ke puncak dari raga yang merangkak setapak.lajengkeun maca
Copyright © 2012. Muzhoffar