Sanggar Kata~Puisi Cinta | Kahlil Gibran
Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya
di wajah bumi, aku bangun dan berjalan ke laut.
“Laut tidak pernah tidur, dan dalam keterjagaannya itu laut
menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.”
Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan
kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis.
Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar
puji-pujiannya kepada Tuhan
dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di
dalam ombak-ombak itu – kekuatan yang lari bersama angin,
mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan
menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.
Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas
sebongkah batu.
Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku
tanpa aku dapat melawannya.
Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu
seakan-akan ada tenaga magis yang menahanku.
Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan suara yang seolah
berasal dari dalam laut ia berkata:
“Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan
berbuah. Dan cinta tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak
dan seperti buah tanpa biji. Hidup, cinta dan keindahan
adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air
terjun,
”Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan
musim bunganya. Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus.
Hidup, perjuangan dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak
dapat dipisahkan ataupun diubah.”
Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman
halilintar
“Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan
tanpa akal seperti roh yang kebingungan.
Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam satu, abadi dan
tidak pernah sirna.”
Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara
yang menggerunkan sekali:
Itulah anak-anak cinta,
Buah dari perjuangan,
Akibat dari kebebasan,
Tiga manifestasi Tuhan,
Dan Tuhan adalah ungkapan
dari alam yang bijaksana.
Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak
nampak dan getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.
Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu.
Ketika aku membuka mataku,
aku tidak lagi melihat putera-putera kegelapan itu, hanya
laut yang dipeluk halimunan.
Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali asap dupa
yang menggulung ke syurga.
#SATUKATA:
Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya.
Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. --> Click to tweet
Hidup tanpa berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya.
Dan perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. --> Click to tweet