-->

Sang Koruptor

No comments

Sang koruptor
Sanggar Kata ~ Sang Koruptor | Seorang pemuda bertubuh kekar, namun perutnya lapar. Diangkat tangannya menengadah ke  langit merayu belas kasih manusia. Berpindah dari tempat ke tempat lain di jalan raya. Memelas sedekah sambil mengulang nyanyian hidup yang pahit dan kalah. Kisah kelaparan dan kenistaan.

Kala malam datang bibir dan lidahnya pedih kekeringan, sedangkan tangannya hampa sehampa perutnya yang melilit kelaparan.

Dia duduk dibawah pohon lalu ditertawakan pejabat di balik lipatan spanduk kampanye yang usang. Dalam keadaan yang seperti itu ia coba berdemo pada Tuhan : “Oh Tuhan, telah kuupayakan segala kehidupanku. Kuketuk perusahaan namun tak ada satu pun yang memberiku pekerjaan. Kucoba ketuk pintu orang kaya untuk meminjam modal tak ada yang percaya melihat hidupku yang papa. Ketika masa kampanye kutunggu janji para pejabat untuk mengentaskan kemiskinan, namun sampai sekarang tak merubah keadaan. Dalam kebingungan hidup kupaksakan meminta sedekah, namun ditolak umatmu dengan menistakanku “Sebenarnya dia kuat tapi malas, tak sepatutnya meminta belas.”

“Oh Tuhan, haruskah aku mati dalam kenistaan ini?”

Wajahnya tiba-tiba berubah, dia bangkit berdiri dengan mata berapi-api. Diambilnya potongan besi di dekatnya. Diacungkannya ke arah kota dengan berteriak kasar. “Sekuat tenaga aku menjerit minta sesuap nasi namun kau menolakku dengan berlaga buta tuli. Kini aku tidak meminta lagi. Tidak menjerit lagi, akan kuambil sendiri dengan kekuatan tanganku. Dulu telah kucoba meminta dengan baik hati, namun rasa kemanusiaanmu telah mati. Sekarang atas nama kejahatan akan kuambil sendiri!”

Tahun tahun berlalu. Dia terkenal di kota itu dengan penodong, pencuri, perampok, pembunuh. Sampai tak ada lagi yang dapat menyainginya. Ditumpuknya harta sebanyak-banyaknya. Kepopulerannya membuat ia terhormat di kalangan bangsa seprofesinya. Sampai-sampai hal itu menyebabkannya dekat dengan pejabat dan penguasa negeri.  

Dalam sebuah pemilihan, dia didukung dengan kekuasaan dan uang. Dibayarnya otak-otak dungu dengan lembaran uang yang murah. Jabatan penting pun di negeri itu pun dia duduki. Kekerasan dan pencurian kini telah didukung oleh kekuasaan. Pembodohan dan penindasan kaum lemah menjadi kebiasaan. Dicurinya uang-uang Negara, dijualnya aset-aset kota untuk dirinya sendiri. Sesekali dia berbisik kepada Tuhan : “Tuhan, inilah balasan atas kenistaan yang dulu mereka berikan kepadaku rakyat miskin. Atas nama rakyat miskin, aku telah mengentaskan kemiskinan di negeriku.”

Demikianlah keserakahan telah mengubah manusia mematikan rasa kemanusiaan.

Comments

masawan_moveElement('after',setting.taghtml,setting.index,'content-ads','article-post','beforeend'); });