Sanggar Kata ~ JAKARTA | Cerpen ini terinspirasi oleh kisah nyata. Cerita di Bulan Ramadhan. Dalam sebuah perjalanan yang sangat menyebalkan naik angkot (Angkutan Kota). Silahkan simak kisahnya. Selamat membaca. ^ ^
“Naik gratis.. naik gratis.. Ayo buruan naik gratis!” Tukang angkot menggoda Cipto.
“Naik gratis.. naik gratis.. Ayo buruan naik gratis!” Tukang angkot menggoda Cipto.
“Beneran bang gratis?”
"Iya bener. Buruan naek. Pokoknya hari ini naik angkot gratis.” Dengan senyum girang Cipto naik angkutan kota tersebut, dia ambil kursi
samping pak supir. Tumben di jakarta masih ada yang gratisan. WC umum aja bayar
dan gak pernah ada diskon. Mungkin karena lagi ramadhan kali ye. Orang – orang
berebut kebaikan.
10 menit berlalu angkot itu hanya berjalan 10 meter dari
tempat cipto naik tadi. Penumpang pun gak lebih dari tiga orang. langit jakarta
yang panas, memancing keluar keringat bercampur emosi.
“Bang lama banget ngetemnya?”
“Santai aja keles. Naik gratis mah gak usah banyak protes.”
“Saya mah nanya aja. Emang gak boleh apa!”
Angkot pun mulai jalan. Baru beberapa langkah, pintu rel
kereta api tertutup. Suara alarmnya memekakan telinga. Kereta sepanjang 15
gerbong berlari tanpa permisi. Cipto menghela nafas panjang, menyeka
keringatnya. Setelah pintu rel kembali terbuka angkot pun berjalan ada 2
penumpang yang menunggu di depan.
Jalanan lumayan ramai lancar. Setelah 2 kali tikungan, cipto
mencium gelagat yang gak baik dari tukang angkot. Iya, gelagat ingin menang
sendiri. Dan selalu ingin mangkal. Seandainya di tikungan tadi gak ada angkot
yang sama, maka dia akan mangkal di situ. Cipto bersyukur.
“Untung aja gak mangkal lagi. Kalo sempet mangkal lagi ni
angkot, bisa-bisa gua telat nih ke kampus.” Gerutunya dalam hati.
Di depan sana terlihat mbak-mbak mengggaruk kepalanya. Angkot
berhenti tepat di hadapannya.
“Ayo mbak naik mbak.”
“Nggak bang.” Mbak itu memalingkan muka.
“Tadi manggil-manggil, disamper malah nolak.” Tukang angkot
bersungut-sungut.
“Ih ke-Ge-Er-an banget ni supir” Batin Cipto.
Angkot pun
memasuki macet area. Yupz. Kawasan wajib macet! Cipto tambah bete. Berjalan cuma
semeter semeter. Lebih cepet jalan kaki kayanya. Lalu terlihat lagi kawanan
anak SMA bergerombol kayanya abis belanja di mall, supir menggoda dengan
jurusnya tapi gak ada yang naek kecuali bancet. Itu pun ngamen haha.. sang
supir bersungut-sungut menggeleng-geleng kepala.
Mata abang supir sangat jeli, sempat terlihat ada ibu-ibu
menggendong bayi yang sedang berjalan di pertigaan yang telah terlewat. Mobil
pun berhenti dan mundur perlahan.
“Heh banci turun dulu. Itu ada penumpang mau naek.” Ketika
sang ibu udah dekat ternyata sang ibu menggeleng. Sialan udah nunggu lama-lama
malah gak naek. Asem. Cipto hanya terkekeh, banci tadi pun melanjutkan
nyanyiannya lagu wali “Ku tak laku-laku”. Wah cocok banget sama angkot ini yang
gak laku-laku. Pikir cipto.
Banci turun, supir menyalakan rokok.
“Wah, bang lu gak puasa?!” protes cipto.
“Gua kan supir.”
“Emang kenapa kalo supir?”
“Supir kan musafir, kata pak ustad kalo musafir gak apa-apa
gak puasa.”
“Wah parah nih. Ya kaga kaya gitu juga kali. Rugi banget
banget bang gak puasa di bulan ramadhan.”
“Ah berisik lu. Kalo mau ceramah mah di mesjid aja de. Jangan
di angkot!” suasana memanas.
“Stop stop! Gua turun disini aja.” Angkot pun berhenti, cipto
turun banting pintu. Dia langsung jalan kaki menjauh. Angkot mendekatinya di
samping.
“Woy, bayar lu!”
“Tadi katanya gratis.”
“Gratis itu buat yang puasa.”
“Gua kan puasa!”
“Iya, tapi lu ngeselin. Buruan bayar.”
Cipto memberikan selembar uang lima ribu. Angkot itu pun
berlalu.
“Ckckck. . . Astaghfirulloh.” Cipto mengelus dada.
======
Terima kasih telah membaca. Jangan lewatkan cerpen yang lainnya di Sanggar Kata ~ "Gudang Cerita"