Kopi Setengah Gelas (Part 2)

 Siang telah kehilangan mentari. Malam datang di siang hari. Sepanjang perjalan pulang tak ada kata, Dani diam tanpa tutur begitu juga nida, hanya celoteh anak-anak mereka yang ada di mobil itu. Tak seperti awal berangakt yang terbayang begitu indah bisa bertemu kawan lama.
Masa lalu terlihat di kaca spion mobil, ketika dulu ian datang hendak meminangnya, saat itu dia bertanya kepada ayahnya, apakah sudah ada yang menyunting putri bungsunya itu?’
Ayahnya berkata kalau belum ada yang pernah datang mempersuntingnya, lalu ayahnya meminta waktu satu minggu untuk memberi jawaban. Saat nida ditanya pun dia hanya terdiam, bahkan menangis.
Nida paham betul betapa hebatnya seorang dani, pria berakhlak bagus, mapan, dan seoarng agamis yang taat. Wanita mana pun akan mengidamkannya, tapi yang menjadi duri di hatinya adalah ian yang selama ini berhasil menjatuhkan hatinya, dan dia tak mampu bangkit untuk berpaling ke lembah hati yang lagi.
Kabar yang hilang tentang sebelah hatinya itu pun membuatnya ragu, itu mungkin hanya kenangan masa muda yang tidak serius. Hal itu diperkuat juga dengan tak adanya balasan e-mail tentang hal terpenting bagi semua wanita di dunia.
Kenyataan yang sulit, saat keinginan jauh terbang di langit, tetapi kenyataannya dia berada di jurang. Bebatuan yang menghimpit kebahagiaan jiwanya. Hati yang terus disabar-sabarkan. Bagaimana pun juga dia hanya mengagumi sosok suaminya bukan mencintainya.
Di awal pernikahan dani merasakan hal yang aneh dengan istrinya itu, namun dia menyembunyikannya. Pernah berkali-kali dia konsultasikan kepada ustadznya, beliau hanya memintanya untuk tetap mencoba tegar. Pondasi keluarga yang dibangun di atas rasa yang disembunyikan masing-masing.
Dani berfirasat ada masalalu yang tersimpan dan terkubur yang bersembunyi di balik rongga dadanya, tapi dia tak pernah mau menanyakan hal itu. Dia begitu yakin dengan hasil istikhorohnya sebelum melangkah ke pelaminan. Kalo nida lah bidadari tak bersayap yang ditakdirkan untuknya.
Di tahun pertama berita gembira datang tentang kehamilan istrinya, seorang pria tampan terlahir. Tiga tahun setelah itu bayi perempuan mungil kembali menambah kebahagiaannya. Ian semakin kuat keyakinan terhadap istrinya dan membuang jauh-jauh semua prasangka yang tak jelas sumbernya.
Secangkir kopi panas mengepul di pagi hari sebelum dia beranjak pergi, kopi hitam sisa pekatnya malam. Dicampur serbuk seputih gemintang yang manis. Mengawali kebahagiaan hari-harinya. Sempurna sudah kebahagiaannya saat dia kecup kening istrinya ketika berpamit.
Nida berharap suaminya tak tahu perbincangan tadi, walaupun dia sempat ragu. Karena saat dia berbalik badan, ternyata suaminya telah berdiri di belakangnya. Mengajaknya pulang. Batinnya kembali bekobar. Sungguh dilema besar.
Saat matahari mulai hangat dan bulat, segelas kopi hitam hangat pun tersedia, aromanya mengepul bersama asap rokok ke angkasa. Tak ada suara tak ad sapa. Seperti biasanya.
Malam yang hendak pergi selalu tertuang dalam gelas hitam beraroma kopi, setap pagi. Itu adalah sisa-sisa kegelapan dan kegetiran. Entah kenapa kopi hitam itu begitu pahit, padahal selalu ditambah butiran-butiran seputih bintang yang manis. Mungkin karena kopi itu terbuat dari bubuk malam yang pekat. Kali ini dia beranikan tuk bertanya atas sikap suaminya yang begitu berbeda. Dia terlihat sedikit kecewa.
“ aku tahu menjalani hidup tanpa cinta itu menyakitkan. Pahit! Seperti kopi tanpa gula.”
Sikapmu yang janggal padaku yang semakin mengikis tipis kesabaranku, kubalut dengan keyakinanku padamu yang harus terus kutambah tiap hari, agar tetap kubisa jaga ikatan suci ini.”
Kenapa kau berkata begitu?”
Tak perlu kau sembunyikan lagi semua ini, aku tahu semenjak kau disini. Aku hanya mencoba membangun cinta,.” Nida menangis.
Kutau cinta itu tak bisa diganti rupa, maka dari itu tak usahlah kaucintai aku dkarena rupaku karena aku tetap kan menjadi aku bukan dia!”
Kau taukan betapa pahitnya cinta tak terbalas?” dani berlalu pergi. Tanpa kecupan di kening seperti biasanya. Nida meneguk kopi yang tersisa setengah gelas itu. Pahit.

Apakah sepahit itu cinta yang kuberi?

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form