Kopi Setengah Gelas |
Saat
matahari mulai hangat dan bulat, segelas kopi hitam hangat pun tersedia, aromanya mengepul bersama asap rokok
ke angkasa. Tak ada suara tak ad sapa.
Seperti biasanya.
Malam yang hendak pergi selalu tertuang
dalam gelas hitam beraroma kopi, setap pagi. Itu adalah sisa-sisa kegelapan dan kegetiran. Entah kenapa kopi hitam
itu begitu pahit, padahal selalu ditambah butiran-butiran seputih bintang yang
manis. Mungkin karena kopi itu terbuat dari bubuk malam yang pekat.
Nida
kembali mengeluhkan kopi buatannya yang selalu tersisa setengah gelas, suaminya
baru beranjak berangkat kerja, hatinya mengerutu. Bahkan wajah putihnya tak
mampu menyelipkan kesedihan di lipatan senyumnya, air matanya perlahan turun berpindah
dari lipatan mata ke lipatan bibir.
Selalu
ada keceriaan di pagi hari, cerite-cerita buah hatinya di sekolah yang begitu
menawan, celoteh-celoteh mereka yang mengelitik hati membuat harinya indah.
Ditambah lagi suami yang begitu pengertian dan mapan, tak ada hal yang dia
perlu resahkan dalam kehidupannya. Bahkan seringkali mereka sengaja mengisi
libur akhir pekan dengan berjalan-jalan keluar rumah atau ke luar kota, walau
hanya sekedar makan malam bersama. Semua itu membuat hidupnya indah.
Seminggu
ini kejadian itu berulang tiap hari, entah kenapa. Berawal di hari minggu yang
cerah, di tengah lelahnya suaminya selepas pulang dari luar kota, nida merajuk, sedikit memaksa minta
diantar ke reuni sma nya dulu. Karena beberapa
temnnya pun selalu menelponnya untuk ikut acara tersebut.
Seperti
biasa dani suami baik hati itu mengantarnya, tak ada
salahnya juga untuk sesekali berkumpul dengan teman lama. Begitu juga
tak ada alasan lain yang lebih tepat untuk menolak. Akhirnya, kedua anaknya pun turut dibawa.
Itung-itung liburan ke luar kota.
Nida
brkumpul dengan teman-teman seangkatannya dulu, bernostalgia tentang masa-masa indah dulu. Tentang
persahabatan, kisah-kisah lucu, dan
kenangan-kenangan yang telah terkubur bertahun-tahun. Saat itulah mutiara yang
tersimpan dan tertutup rapi selama bertahu-tahun pula terbuka dan masih
bersinar terang.
“ aku
kira dulu kamu dan ian sampai ke pelaminan”
“sebenarnya
itu yang kumau, tapi saat dia kuliah di
luar negri sana tak memberi kepastian.”
“akhirnya
kamu putuskan untuk menerima dani?”
“iya”
“ kasian
sekali kamu, hidup dengan setengah hati”
“yang
lebih kasian ya dani, entah dia merasa begitu atau
tidak. Yang jelas aku tak memberitahunya, dan
butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun semuanya menjadi indah.”
“dani
begitu baik padaku, aku pun berusaha untuk menjadi terbaik untuknya, walau itu
pahit.”
“jadi,
hanya karena kebaikannya saja kamu mencoba bertahan?”
“aku
kecewa, aku kecewa kepada ian yang begitu saja mengabaikanku. Bahkah dia
sengaja begitu saja menghilangkan kontak dan menjauh dariku. Hatiku sakit, saat
kudengar kabar dia mendapatkan gadis baru di mesir sana.”
“cinta
memang menyakitkan. Asal kamu tahu saja, Ian pun tersiksa selama tahun-tahun
itu, bahkan dia tak mau mendengar nama nida diucapkan, tak mau mendengar
suaramu bahakan membalas e-mailmu. Karena itu hanya akan menusukak jarum-jarum
cinta yang tlah patah. Setiap kali
jeritan-jeritanmu muncul, dia coba lawan
teriakan-teriakan itu lebih keras lagi.”
Bahkan berita tentang dia mendapatkan gadis mesir itu
hanya karangan saja, hanya ingin
menutupi keresahan separuh hatinya yang telah hilang.”
Betulkah?”
“.....”
Bahkan sampai sekarang dia benar-benar tak ingin
pulang ke Indonesia, hanya karena kamu.”
Copyright © 2013. Muzhoffar