-->

Kopi Setengah Gelas (Part 1)

No comments

Kopi Setengah Gelas

Saat matahari mulai hangat dan bulat, segelas kopi hitam hangat pun tersedia, aromanya mengepul bersama asap rokok ke angkasa. Tak ada suara tak ad sapa. Seperti biasanya.
Malam yang hendak pergi selalu tertuang dalam gelas hitam beraroma kopi, setap pagi. Itu adalah sisa-sisa kegelapan dan kegetiran. Entah kenapa kopi hitam itu begitu pahit, padahal selalu ditambah butiran-butiran seputih bintang yang manis. Mungkin karena kopi itu terbuat dari bubuk malam yang pekat.
Nida kembali mengeluhkan kopi buatannya yang selalu tersisa setengah gelas, suaminya baru beranjak berangkat kerja, hatinya mengerutu. Bahkan wajah putihnya tak mampu menyelipkan kesedihan di lipatan senyumnya, air matanya perlahan turun berpindah dari lipatan mata ke lipatan bibir.
Selalu ada keceriaan di pagi hari, cerite-cerita buah hatinya di sekolah yang begitu menawan, celoteh-celoteh mereka yang mengelitik hati membuat harinya indah. Ditambah lagi suami yang begitu pengertian dan mapan, tak ada hal yang dia perlu resahkan dalam kehidupannya. Bahkan seringkali mereka sengaja mengisi libur akhir pekan dengan berjalan-jalan keluar rumah atau ke luar kota, walau hanya sekedar makan malam bersama. Semua itu membuat hidupnya indah.
          Seminggu ini kejadian itu berulang tiap hari, entah kenapa. Berawal di hari minggu yang cerah, di tengah lelahnya suaminya selepas pulang dari luar kota, nida merajuk, sedikit memaksa minta diantar ke reuni sma nya dulu. Karena beberapa temnnya pun selalu menelponnya untuk ikut acara tersebut.
Seperti biasa dani suami baik hati itu mengantarnya, tak ada salahnya juga untuk sesekali berkumpul dengan teman lama. Begitu juga tak ada alasan lain yang lebih tepat untuk menolak. Akhirnya, kedua anaknya pun turut dibawa. Itung-itung liburan ke luar kota.
Nida brkumpul dengan teman-teman seangkatannya dulu, bernostalgia tentang masa-masa indah dulu. Tentang persahabatan, kisah-kisah lucu, dan kenangan-kenangan yang telah terkubur bertahun-tahun. Saat itulah mutiara yang tersimpan dan tertutup rapi selama bertahu-tahun pula terbuka dan masih bersinar terang.
“ aku kira dulu kamu dan ian sampai ke pelaminan”
“sebenarnya itu yang kumau, tapi saat dia kuliah di luar negri sana tak memberi kepastian.”
“akhirnya kamu putuskan untuk menerima dani?”
“iya”
“ kasian sekali kamu, hidup dengan setengah hati”
“yang lebih kasian ya dani, entah dia merasa begitu atau tidak. Yang jelas aku tak memberitahunya, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun semuanya menjadi indah.”
“dani begitu baik padaku, aku pun berusaha untuk menjadi terbaik untuknya, walau itu pahit.”
“jadi, hanya karena kebaikannya saja kamu mencoba bertahan?”
“aku kecewa, aku kecewa kepada ian yang begitu saja mengabaikanku. Bahkah dia sengaja begitu saja menghilangkan kontak dan menjauh dariku. Hatiku sakit, saat kudengar kabar dia mendapatkan gadis baru di mesir sana.”
“cinta memang menyakitkan. Asal kamu tahu saja, Ian pun tersiksa selama tahun-tahun itu, bahkan dia tak mau mendengar nama nida diucapkan, tak mau mendengar suaramu bahakan membalas e-mailmu. Karena itu hanya akan menusukak jarum-jarum cinta yang  tlah patah. Setiap kali jeritan-jeritanmu  muncul, dia coba lawan teriakan-teriakan itu lebih keras lagi.”
Bahkan berita tentang dia mendapatkan gadis mesir itu hanya karangan saja,  hanya ingin menutupi keresahan separuh hatinya yang telah hilang.”
Betulkah?”
“.....”
Bahkan sampai sekarang dia benar-benar tak ingin pulang ke Indonesia, hanya karena kamu.”
sudahlah tak usah menangis lagi, maaf telah membuka luka hatimu, lupakanlah masalalumu itu, kau punya kehidupan yang bisa kau hias lebih indah.” Bersambung . . .



Copyright © 2013. Muzhoffar

Comments

masawan_moveElement('after',setting.taghtml,setting.index,'content-ads','article-post','beforeend'); });