Bukan untukku

bukan untukku
Sanggar kata | Cerpen ~ Akhirnya aku mengerti ketika kau tak lagi peduli denganku. Setiap kata yang ku kirimkan hanya kau baca tanpa sedikitpun kau membalasnya. Mungkin kau masih ingat  saat pertama Aku mengenalmu tanpa sengaja di sebuah malam yang temaram dibawah sinar rembulan. Perlu segenap keberanian untuk sekedar menyapamu karena sungguh untuk menatapmu saja aku tak mampu.

Betapa bahagianya aku saat kau membalas pesan pesanku. Entah engkau merasa nyaman atau karena tak ada lagi teman bicara, aku tak tahu. Namun seiring berjalannya waktu kau mulai terbiasa dengan sapa-sapa yang kuberikan.

Kau tahu betapa senangnya aku saat mendengar suaramu. Suara yang hinggap di telingaku menggema dalam renungan jiwa yang dalam. Aku semakin ingin mengenalmu mengenal lebih dekat mengetahui lebih dalam akan semua yang ada padamu.

Namun kau seperti mencium bau busuk pada tangkai tangkai mawar yang kuberikan dalam puisi puisiku. Benteng pemisah mulai terlihat semakin tinggi bahkan pintu yang tadinya terbuka lebar seakan mulai tertutup rapat. Aku tak tahu apa kesalahan yang pernah kulakukan padamu, Apakah aku pernah menyakitimu bahkan aku belum mengenalmu.

Baiklah jika itu memang yang kau inginkan aku pun mulai menutup diri tapi kenangan tentangmu tak pernah tertutup. Aku coba menghibur diri dengan prasangka-prasangka yang membawaku kepada ketenangan.

Aku tak peduli lagi bagaimana keadaanmu dan aku tak pernah tahu dan tak pernah mau tahu lagi. Hingga pada suatu hari kau membalas pesan-pesan ku yang sudah ribuan hari membusuk di handphone mu. Aku masih ingat benar apa kata itu kautulis kan "maaf". Aku tak mengerti apa maksudmu. Aku pun enggan menanyakannya lebih dalam. Karena kutahu kau tak akan pernah menjawabnya. Aku sempat berfikir kata apa yang akan kutuliskan. Namun, kumemilih tuk diam dan kuhapus semua gambaran masa depan.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form